Selasa, 31 Mei 2011

NYANYIAN LUTHER DALAM BAHASA INDONESIA

Nyanyian Luther menjadi terkenal di mana-mana, termasuk terjemahanya dari hymne-hymne kuno dan nyanyian-nyanyian dari Abad-Abad Pertengahan. Mungkin saja nyanyian-nyanyian yang lama itu sudah dilupakan, seandainya Luther tidak mengolahnya menjadi baru. Sekurang-kurangnya dapat dikatakan bahwa usaha Luther dalam bidang nyanyian jemaat membuka mata kita untuk warisan dari seluruh perbendaharaan Gereja sepanjang segala abad.

Sejak dahulu nyanyian Luther juga dikenal di Indonesia, sekalipun hanya beberapa saja. Nyanyian Ein feste Burg ist unser Gott telah beredar dalam pelbagai terjemahan sebagai "lagu wajib" untuk Hari Reformasi pada 31 Oktober. Sayang bahwa bentuk lagu asli dari Luther belum dikenal umum, sebab justru dalam ritme lagu itu jiwa Luther sangat menonjol.

Dalam kitab Mazmur dan Nyanyian Rohani gubahan Pdt. I.S.Kijne trdapat empat nyanyian Luther, yaitu nomor 17, 26, 58 dan 168. Dalam kitab Ende Puji-Pujian HKBP terdapat lima nyanyian Luther, yakni nomor 46, 59, 107, 117 dan 161. Dua nomor diantaranya juga termuat dalam kitab Mazmur dan Nyanyian Rohani. Dengan demikian jumlah nyanyian Luther yang ada dalam kitab-kitab nyanyian Gereja di Indonesia tidak lebih dari tujuh. Mengingat bahwa seluruh nyanyian jemaat yang digubah oleh Luther berjumlah 36, maka rasanya ketujuh nyanyian tadi masih boleh ditambahi dengan terjemahan-terjemahan lain untuk lbih mengenal Luther dari nyanyiannya. Rasanya nyanyian Doa Bapa Kami dan Pengakuan Iman Rasuli sebaiknya tidak diambil dari Luther, tetapi diberi bentuk lagu Indonesia.

Di sini disajikan beberapa terjemahan baru dari Yayasan Musik Gerejawi, terutama nyanyian Luther yang paling terkenal. Tidak perlu semua nyanyian Luther diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Masih ada banyak nyanyian lain yang penting dan perlu dikenal. Kita sempat memilih kidung-kidung Gereja yang paling berharga dari setiap periode dalam sejarah nyanyian jemaat. Namun sekurang-kurangnya sepuluh nyanyian Luther kiranya dapat dimuat dalam kitab-kitab nyanyian kita.

Semoga nyanyian Luther semakin dikenal di Indonesia dan turut memberi ilham untuk menggubah nyanyian-nyanyian yang sama sekali baru. Dengan demikian kita meneruskan tradisi Gereja sejak semula, sesuai dengan cita-cita Reformator Gereja itu.
Read More>>

LUTHER SEBAGAI PENCINTA ANAK-ANAK

Apa yang dianjurkan oleh Luther sehubungan dengan pendidikan dan pembinaan terhadap angkatan muda, juga dipraktekkannya sebagai bapak rumahtangga. Ia sangat menyadari pentingnya pembinaan itu, mulai dari anak-anak yang paling kecil. Bukankah mereka yang merupakan angkatan penerus dalam Gereja dan masyarakat? Maka Luther sering menyanyi dan bermusik dalam rumahtangganya sendiri.

Luther sangat mengindahkan dunia anak-anak. Sebelum ia menikah dengan Katharina von Bora pada tahun 1525, ia pernah menulis kepada semua pemerintah kota di Jerman: "Seandainya saya mempunyai anak-anak dan saya sanggup, saya berusaha supaya mereka tidak hanya diberi pelajaran bahasa dan sejarah, tetapi juga senisuara dan musik selaku bagian dari seluruh matematika." Interesan bahwa pada zaman itu orang masih melihat relasi antara musik dan ilmu pasti! Bukankah kedua-duanya dikembangkan dari pengetahuan tentang alam? Luther sangat menganjurkan supaya pelajaran kepada anak-anak jangan menjadi kering, tetapi disertai musik. Oleh karena itu ia berkata: "Seorang guru sekolah harus pandai menyanyi, jika tidak, saya tidak memandang dia."

Dalam peraturan Luther untuk ibadah sehari-hari dalam Gereja Istana di Wittenberg kita membaca: "Supaya setiap pagi anak-anak sekolah menyanyikan Mazmur dan puji-pujian dalam bahasa Jerman selama 1 atau setengah jam. Sebab nyanyian seperti itu prlu diajarkan disekolah dasar, supaya anak-anak itu dibiasakan dengan Firman Allah."

Apa yang diajarkan melalui nyanyian, lebih gampang dihafalkan. Hal ini diketahui Luther serta teman-temannya yang mendukung Reformasi Gereja. Johann Walter, guru nyanyian disekolah dan komponis lagu-lagu Gereja pada zaman Luther, berkata: "anak-anak senang menyanyi dan lebih cepat menguasai pelajaran yang dituangkan dalam bentuk lagu." dalam maksud yang sama, Luther sendiri mengubah beberapa nyanyian untuk katekisasi.

Marthin dan Katharina Luther dikaruniai enam anak. Ditengahtengah segala kesibukan, Luther tetap meluangkan waktu untuk memenuhi kewajibannya selaku bapak rumahtangga. Ia sangat menekankan pentingnya pembinaan keluarga sebagai lembaga terkecil dalam masyarakat dan ia sendiri memberi contoh yang baik. Sesuai dengan ajarannya tentang "imamat am semua orang beriman", setiap bapak dan ibu harus berfungsi sebagai imam dalam rumah mereka yang menjadi semacam "gereja mini" : "Betapa berbahagia pernikahan dan rumahtangga, sungguh suatu gereja yang sejati, suatu biara yang istimewa, bahkan suatu firdaus, dimana bapak dan ibu menjadi rasul, uskup dan pendeta dalam keluarga mereka." Luther tidak hanya mereformasikan Gereja, tetapi juga kehidupan berkeluarga dan seluruh masyarakat yang kacau pada zaman itu.

Luther menganjurkan supaya setiap bapak dan ibu mengumpilkan anak-anak mereka dan seisi rumahtangga untuk beribadah pada pagi dan malam hari dengan menyanyi, berdoa dan mendegarkan Firman Tuhan. Untuk maksud yang sama ia menerbitkan "Katekismus kecil" yang telah ia tulis "buat bapak rumah tangga, supaya dengan itu dengan cara sederhana ia mngajarkan Dasa Firman, Iman, Doa dan seterusnya kepada keluarga."

Luther ternyata sanggup menyesuaikan diri dengan dunia anak-anak, sebagaimana kentara dari suatu surat yang dikirimnya pada tahun 1530 dari tempat pengungsiannya kepada puteranya, Hans yang berumur empat tahun. Surat itu berisi cerita isapan jempol mengenai sebuah taman serba indah (yang dimaksud adalah sorga) : "Lalu aku katakan kepada orang yang punya kebun itu: wah, Bapa yang baik, aku juga punya anak, namanya Hansye Luther, bolehkah dia ikut ke kebun ini untuk makan buah yang begitu enak dan naik kuda yang begitu bagus, lalu bermain-main dengan anak-anak disini? Kata orang itu: kalau dia suka berdoa, selalu manis dan rajin belajar, dia juga akan datang di kebun ini dan teman-temannya boleh ikut. Dan kalau mereka datang bersama, saya berikan gitar, suling dan tambur untuk main dan untuk menari. Lalu aku lihat tempat berumput yang indah untuk menari; suling-suling dan tambur-tambur sudah siap tergantung di pohon-pohon. Tetapi masih terlalu pagi, anak-anak belum makan, oleh karena itu aku tidak bisa menunggu sampai tarian mulai. Tetapi aku katakan kepada orang itu: wah, Bapa yang baik, ini harus cepat aku tulis kepada anakku Hansye yang tercinta...." Dari surat ini kita rasakan betapa seorang yang besar tetap dihati dapat menjadi seperti anak kecil. Orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.
Read More>>

LUTHER SEBAGAI PENGGUBAH NYANYIAN JEMAAT

Ada orang yang menganggap Luther sebagai penemu nyanyian jemaat. Tanggapan ini kurang tepat. Luther tidak bermaksud untuk membuat suatu Gereja yang sama sekali baru; ia hanya ingin mereformasi dan membaharui Gereja yang sudah ada sejak semula. Sejarah Gereja-Gereja Protestan tidak mulai dengan Reformasi; sedemikian juga sejarah nyanyian jemaat.

Luther meneruskan suatu tradisi yang telah mulai pada Zaman Perjanjian Lama dan yang telah berlaku pada zaman Perjanjian Baru. Rasul Paulus menasihatkan dalam surat-suratnya kepada jemaat-jemaat di Efesus dan Kolose: " Berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani." Ini juga bukan suatu penemuan Rasul Paulus, tetapi sesuai dengan tradisi Sinagoge Yahudi untuk bernyanyi dalam bentuk dialog, berbalas-balasan. Cara bernyanyi itu dipelihara sepanjang sejarah Gereja dan juga Luther mempertahankannya dalam ibadah yang ia sebut Misa Jerman. Dalam ibadah itu seluruh Kitab Mazmur dan banya unsur liturgi lainnya tetap dinyanyikan dengan cara yang kita kenal sebagai nyanyian Gregoriani. Dengan cara itu kata-kata Mazmur dinyanyikan tepat seperti tertulis dalam Alkitab, berbalas-balasan, kalimat demi kalimat.

Disamping itu, Luther juga meneruskan tradisi nyanyian Ambrosiani. Kita tahu bahwa Luther waktu ia memulai Reformasi pada tahun 1517 sudah sepuluh tahun lebih menjadi biarawan dari Ordo Augustini. Tentu saja ia telah mempelajari semua buku tulisan Augustinus, Bapa Gereja sekitar tahun 400. Theologia Augustinus memang mengarahkan pikiran Luther. Kita juga tahu bahwa "bapak rohani" bagi Augustinus adalah Uskup Ambrosius di kota Milano, Italia. Dengan demikian kita melihat suatu garis perhubungan dari Ambrosius melalui Augustinus dan Ordo Augustini sampai kepada Luther.

Pada akhir abad ke -4 Uskup Ambrosius mengembangkan suatu bentuk nyanyian jemaat yang disebut Hymne, artinya nyanyian pujian dari kebudayaan Yunani-Romawi. Karna pada zaman itu umat Kristiani telah diberi kebebasan beragama, orang banyak memenuhi rumah-rumah Gereja, tetapi mereka kurang mampu menyanyikan lagu-lagu mazmur yang sulit. Maka Ambrosius membuat nyanyian jemaat yang lebih gampang dilagukan dalam bentuk strofe yang tetap: setiap bait tersusun dari empat kalimat dan setiap kalimat terdiri atas delapan suku kata. Nyanyian Hymne Ambrosiani kemudian menjadi tradisi dalam Gereja, disamping nyanyian Gregoriani.

Luther sangat menyetujui cara Ambrosius itu dan menterjemahkan beberapa Hymne dari tradisi Ambrosiani kedalam bahasa German. Selain itu, Luther juga menyenangi nyanyian-nyanyian lain yang pada Abad-abad pertengahan dikembangkan khusus untuk jemaat, seperti nyanyian Sekwensia dan nyanyian Leis. Akhirnya Luther sendiri mengubah syair dengan lagu-lagu yang sesuai dengan perkembangan kebudayaan Renaissance yang berlaku pada zaman itu.

Cukup jelas bahwa Luther tidak dapat dianggap sebagai penemu nyanyian jemaat, tetapi tidak dapat disangkal juga bahwa ia memberi impuls baru yang sangat menentukan untuk perkembangan kemudian. Luther sendiri sudah mengubah 36 nyanyian jemaat, sedangkan kawan-kawannya menambahi jumlah itu menjadi 128 nyanyian pada tahun 1545. Maka mulailah banjir nyanyian jemaat yang tidak berhenti sampai dewasa ini.

Luther tidak hanya mengubah syair nyanyian jemaat, tetapi juga lagu-lagu. ia tidak hanya pandai menyanyi dan memainkan gambus, tetapi juga menciptakan musik yang baik. Nyanyian Luther sangat berbobot secara theologis dan kata-kata syairnya sangat ekspresif. Yang satu mencerminkan kedahsyatan, yang lain perasaan lemah lembut. Keteguhan iman mewarnai semuanya.

Siapa tidak mengenal nyanyian Luther yang paling termasyur Ein feste Burg ist unser Gott? Syairnya bertemakan Mazmur 46, meskipun bukan sebagai pengolahan hurufiah. Nyanyian ini tidak termaksud sebagai " Mars Gereja Protestan", tetapi untuk menguatkan iman orang yang menderita. Sayang sekali lagu asli sebagaimana digubah oleh Luther sendiri kurang dikenal. Rasanya lagu asli itu perlu kita kembalikan dalam kitab nyanyain Gereja. Janganlah lagu itu dianggap terlalu sulit; Luther cukup mengetahui kemampuan jemaat, tetapi ia tidak senang dengan lagu-lagu yang terlalu murah. Biarlah jemaat berlatih sedikit.
Read More>>

LUTHER SEBAGAI PENCINTA SENI SUARA

Luther tidak hanya dikenal sebagai ahli theologia, yang siang-malam membaca dan menulis buku-buku. Memang ia membaca dan menulis banyak buku, lebih dari kebanyakan theolog lain. Banyak sekali kesibukannya, sebagai profesor dalam pelbagai jurusan, sebagai penterjemah seluruh Kitab Suci, sebagai Reformator Gereja dengan segala surat-menyuratnya. Namun, salah satu kegemaran hidup yang sangat penting bagi dia ialah musik.

Pada zaman itu, salah satu alat musik dari dunia Arab, yaitu gambus, sangat mempengaruhi perkembangan musik di Eropa. Luthr menjadi pemain gambus yang pandai. Dalam kalangan Gerejawi sejak dahulu kala berlaku pepatah " Rohaniawan yang tidak dapat menyanyi, bukanlah rohaniawan yang lengkap". Luther menjadi penyanyi yang sangat baik. Musik vokal polifon menjadi perhatian semua orang cendikiawan pada waktu itu. Luther mengarang tata suara polifon yang lumayan. Nyanyian jemaat semakin dirasa penting untuk ibadah. Luther menggubah 36 nyanyian jemaat.

Di mana-mana kita menjumpai kata-kata Luther tentang musik. Beberapa kutipan kita perhatikan, pertama-tama mengenai fungsi musik dalam pendidikan: " Seorang guru sekolah harus pandai menyanyi, jika tidak, saya tidak memandang dia. Juga para calon pendeta jangan diteguhkan dalam jabatannya, kecuali kalau sudah terlatih betul dalam jurusan musik." Dan: " Angkatan muda perlu dilatih dalam musik, sebab kesenian ini menghasilkan orang yang baik dan tangkas."

Kemudian suatu kutipan panjang yang berjudul Mengenai Musik, yang ditulis oleh Luther pada tahun 1530 untuk menentang kaum spiritualis yang menganggap senisuara kurang rohani: Aku mencintai musik dan aku tidak senang dengan kaujm spiritualis yang mengutuknya. Karena musik itu

1. merupakan karunia Allah,dan bukan pemberian manusia;
2. membuat jiwa bergembira;
3. mengusir Iblis;
4. menimbulkan kesukaan tak ternoda, sedangkan kemarahan, nafsu dan kepongahan lenyap. Aku memberi musik tempat pertama sesudah theologia. Lihat saja contoh Daud dan semua nabi, karena mereka mewariskan seluruh maksud mereka dalam bentuk syair dan nyanyian.
5. Sebab musik itu berkembang pada masa damai. Maka bertahanlah, agar seni ini mendapat perhatihan yang lebih baik lagi di antara mereka yang menyusul kita oleh karena mereka hidup dalam damai sejahtera. Aku memuji raja-raja di Jerman bagian selatan, karena mereka senang bermusik. Di antara kami di Jerman bagian timur hanyalah senjata dan pemboman yang dikhotbahkan.

Rasanya kutipan ini masih tetap bermakna sampai akhir abad ke-20. Masih ada orang yang meremehkan musik yang dibuat dan dilatih dengan sungguh-sungguh. Masih ada yang memilih lagu-lagu yang "lebih rohani" dalam arti lepas dari aturan-aturan alamiah, seolah-olah musik itu tidak perlu dihargai sebagai ciptaan Tuhan. Spiritualisme itu memang kuat, baik di Gereja maupun didunia pada umumnya. Tidak jarang apa yang dipresentasikan sebagai "roh", ternyata "daging" belaka, yaitu jika terjadi percekcokan dan perpecahan. Apa bedanya dengan dunia umum yang penuh senjata dan pemboman? Lebih baik kita bermusik secara serius!

Kutipan terakhir diambil dari kata pengantar karangan Luther dalam suatu kitab nyanyian jemaat yang terbit pada tahun 1545: "Allah telah memenuhi hati dan jiwa kita dengan sukacita oleh Putera kecintaanNya, yang telah Ia serahkan bagi kita agar kita diselamatkan dari dosa, maut dan iblis. Siapa yang percaya itu dengan sungguh-sungguh, tidak dapat tidak, harus bernyanyi dan bersaksi tentang itu dengan gembira dan sukacita, sehingga orang lain juga mendengarnya dan bergabung." Dalam kata-kata ini terungkap alasan utama bagi Luther untuk bermusik dengan suara dan instrumen. Bermusik dengan serius tidak berarti kurang gembira. Seluruh alam gengan segala kemungkinan yang telah tercipta di dalamnya harus memuliakan Tuhan Allah yang telah menyelamatkannya dalam Yesus Kristus. Oleh karena itu musik harus diselenggarakan dengan sebaik-baiknya, terutama dalam Gereja.
Read More>>

Senin, 30 Mei 2011

SI BULBUL DARI WITTENBERG

Luther mulai menyadari bakatnya sebagai penyair waktu ia sudah hampir berumur 40 thn. Pada 1 Juli 1523, belum 6 thn sesudah Luther memulai usaha Reformasi Gereja, dua biarawan muda yang mengikuti Reformasi itu, dibakar hidup-hidup di kota Brussel. Di atas api unggun mereka menyanyikan nyanyian Gereja segala abad, yaitu nyanyian Credo (Pengakuan Iman Rasuli), Te Deum laudamus (Kami memuji Dikau, ya Allah; nyanyian ibadah dari abad ke-14) dan Kyrie eleison (Tuhan kasihanilah; nyanyian ibadah dari Gereja Purba). Riwayat kesaksian martir itu cepat tersebar dan waktu Luther mendengarnya, ia mengubah syairnya yang pertama, yakni tentang peristiwa itu. Terjemahan bait pertama dan bait terakhir berbunyi sebagai berikut:

Kita menyanyikan nyanyian baru sesuai dengan kehendak Allah, Tuhan. Kita menyanyikan apa yang telah diperbuatNya demi kemuliaan namaNya yang besar. Di Brussel di Nederland Selatan, Allah telah menyatakan kuasa ajaibNya melalui dua orang pemuda yang telah Ia hias berlimpah-limpah dengan karunia-karuniaNya.

Biarlah orang berbohong terus menerus, siasialah usaha itu. kita bersyukur kepada Allah, Tuhan, karena FirmanNya telah datang kembali. Sekarang musim terang sudah diambang pintu, musim dingin telah berlalu. Bunga-bunga lembut mulai mekar: Dia yang telah memulai ini, Dia juga akan menggenapinya.
Nyanyian ini yang lagunya juga dibuat oleh Luther sendiri, menjadi terkenal di mana-mana dalam waktu singkat melalui selebaran-selebaran murah yang dijual oleh para pedagang keliling. Inilah caranya pembaharuan Gereja meresap di hati orang pada waktu itu. Bunyi Injil kedengaran diseluruh Eropa melalui mulut Luther.

Pada tahun yang sama, masih sebelum Luther menggubah nyanyian tersebut, seorang penyair bernama Hans Sachs, yang mencari nafkah sebagai tukang sepatu, telah menggambarkan suasana Reformasi itu dengan sebuah nyanyian yang berjudul Si Bulbul dari Wittenberg. Berikut ini disajikan terjemahan dari permulaan nyanyian itu:

Bangunlah kamu, sebab siang baru sedang merekah !
Aku mendengar burung bulbul berkicau di hutan;
udara di atas gunung dan lembah
berkumandang dengan gema sukacita.

Konon, burung bulbul berkicau di waktu malam menghibur orang yang bersusah hati. Maksud Perlambangan dalam syair Hans Sachs cukup jelas: di kota Wittenberg ada bulbul bernama Luther; suaranya mengisi udara malam yang meliputi Eropa dan tidak ada orang yang tidak mendengarnya sambil mendapat harapan baru.

Suara Luther masih tetap kedengaran dalam tulisan dan nyanyian, bahkan sampai di Indonesia. Kita malah ikut bersuara dengan Luther dalam kata-kata nyanyian yang digubahnya. Itulah alasannya Luther disebut juga " SI BULBUL dari WITTENBERG".
Read More>>