Senin, 30 Mei 2011

SI BULBUL DARI WITTENBERG

Luther mulai menyadari bakatnya sebagai penyair waktu ia sudah hampir berumur 40 thn. Pada 1 Juli 1523, belum 6 thn sesudah Luther memulai usaha Reformasi Gereja, dua biarawan muda yang mengikuti Reformasi itu, dibakar hidup-hidup di kota Brussel. Di atas api unggun mereka menyanyikan nyanyian Gereja segala abad, yaitu nyanyian Credo (Pengakuan Iman Rasuli), Te Deum laudamus (Kami memuji Dikau, ya Allah; nyanyian ibadah dari abad ke-14) dan Kyrie eleison (Tuhan kasihanilah; nyanyian ibadah dari Gereja Purba). Riwayat kesaksian martir itu cepat tersebar dan waktu Luther mendengarnya, ia mengubah syairnya yang pertama, yakni tentang peristiwa itu. Terjemahan bait pertama dan bait terakhir berbunyi sebagai berikut:

Kita menyanyikan nyanyian baru sesuai dengan kehendak Allah, Tuhan. Kita menyanyikan apa yang telah diperbuatNya demi kemuliaan namaNya yang besar. Di Brussel di Nederland Selatan, Allah telah menyatakan kuasa ajaibNya melalui dua orang pemuda yang telah Ia hias berlimpah-limpah dengan karunia-karuniaNya.

Biarlah orang berbohong terus menerus, siasialah usaha itu. kita bersyukur kepada Allah, Tuhan, karena FirmanNya telah datang kembali. Sekarang musim terang sudah diambang pintu, musim dingin telah berlalu. Bunga-bunga lembut mulai mekar: Dia yang telah memulai ini, Dia juga akan menggenapinya.
Nyanyian ini yang lagunya juga dibuat oleh Luther sendiri, menjadi terkenal di mana-mana dalam waktu singkat melalui selebaran-selebaran murah yang dijual oleh para pedagang keliling. Inilah caranya pembaharuan Gereja meresap di hati orang pada waktu itu. Bunyi Injil kedengaran diseluruh Eropa melalui mulut Luther.

Pada tahun yang sama, masih sebelum Luther menggubah nyanyian tersebut, seorang penyair bernama Hans Sachs, yang mencari nafkah sebagai tukang sepatu, telah menggambarkan suasana Reformasi itu dengan sebuah nyanyian yang berjudul Si Bulbul dari Wittenberg. Berikut ini disajikan terjemahan dari permulaan nyanyian itu:

Bangunlah kamu, sebab siang baru sedang merekah !
Aku mendengar burung bulbul berkicau di hutan;
udara di atas gunung dan lembah
berkumandang dengan gema sukacita.

Konon, burung bulbul berkicau di waktu malam menghibur orang yang bersusah hati. Maksud Perlambangan dalam syair Hans Sachs cukup jelas: di kota Wittenberg ada bulbul bernama Luther; suaranya mengisi udara malam yang meliputi Eropa dan tidak ada orang yang tidak mendengarnya sambil mendapat harapan baru.

Suara Luther masih tetap kedengaran dalam tulisan dan nyanyian, bahkan sampai di Indonesia. Kita malah ikut bersuara dengan Luther dalam kata-kata nyanyian yang digubahnya. Itulah alasannya Luther disebut juga " SI BULBUL dari WITTENBERG".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar